Title: Faithful
Author: EunikeM (@eunike_keke0708)
Cast: Exo-K Chanyeol, F(x) Luna,
Exo-M Kris
Support cast: F(x) Krystal, F(x)
Sulli, Exo-M Lay and.. find it!
Genre: Romance, Frindship, comedy (?)
marriage
Rating: Teen
Lenght: Chaptered
Hehehe... hai hai,
mohon pemaklumannya yaww.. readers! Because, this is my first fanfiction. Jadi,
kalo agak ancur, geje, maybe banyak typo-typo berkeliaran dan kawan2nya itu
mohon dimaapkan dan semoga tidak membosankan hihiii ^^v satu lagi, mohon komen,
saran dan kritik yeee ehehehe. Satu lagi *dari tadi satu2 lagi :p* NO BASHING! NO PLAGIAT! Ouke :3 *muup
yaw kalau kepanjangan. Soalnya emang critanya bgtu. Biar dramatis (alay :p)*
Baheklah...
jeng..jeng.. *ceritanya suasana tegang.* Selamat membaca readers ihihiiii.. muachh
dehh *iyuhh kamseupil :p* #sekiandarisaya
Tak ada salahnya menjadi anak yang memiliki IQ tinggi.
Mungkin, tidak hanya Albert Einstein sang penemu lampu yang memiliki kemauan
keras untuk belajar. Karena, ia disangka anak paling bodoh disekolahnya *kenapa
jadi ngomongin si abang Albert ye?, oke balik ke cerita.* Tidak berbeda jauh
dengan wanita berparaskan tubuh mungil, berkulit putih dan berambut coklat
lurus nan indah ini. Ia yang saat ini sedang duduk dibangku kuliah, lebih
tepatnya sedang berkuliah ria di Seoul International University *sedikit
ngarang.* Sapa saja dengan nama “Luna.” Ya, nama yang indah. Ia memiliki
tingkat keingin tahuan yang tinggi dibanding mahasiswa atau mahasiswi lain
seusianya. Tidak hanya itu, ia sangat berambisi untuk menjadi lulusan terbaik
di kampusnya dan mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan terbesar di Korea.
Namun, naas nasibnya. Setiap kali ia bertanya pada Wu seonsaengnim,
dirinya selalu mendapatkan tatapan yang dingin seolah beliau tak peduli akan
sejuta pertanyaan yang terlontar dari mulutnya.
---***---
“Ah, wait seonsaengnim! Aku
masih ingin bertanya lagi” dengan nada polosnya, Luna sedikit menarik jas yang
dikenakan oleh dosennya tersebut. “Kau mau bertanya apa lagi?” tanyanya lemas,
“bisakah anda terangkan kembali bab dua?” sambil ia memperlihatkan senyum
manisnya dan berlaga seimut mungkin dihadapan dosennya yang terbilang cukup
galak. “Maaf, besok saja jika aku ada waktu. Bukankah kau menjadi asisten
dosen?” “ah, iya” jawabnya malu-malu. “Kalau begitu, tak seharusnya kau
bertanya padaku” “why?” “kau kan
pintar” “siapa kata aku pintar, aku masih harus be..” belum sempat menyambung
kata-katanya, seonsaengnim sudah
menyambungnya terlebih dulu, “baiklah. Buktikan jika dirimu pintar,dan jangan
terus bertanya padaku. Selamat tinggal!” dengan nada tegas, ia segera mengambil
tumpukan buku diatas mejanya dan pergi keluar melewati Luna. “seonsaengnim! Kau sungguh..” lagi-lagi
ia belum sempat menyambung kalimatnya. Telah datang adik tingkatnya itu
menghadang di ambang pintu. “Ada apa Krystal?” tanyanya dengan nada yang lesu,
“aku hanya ingin mengajakmu pulang. Kenapa dirimu terlihat begitu lesu?” “apa
salah bila aku penasaran akan sesuatu?” tanya Luna kembali pada Krystal. “Pasti
Wu seonsaengnim?” “yes! You’re right!” “ada apa lagi
kakakku sayang?” Krystal mendekat kepada Luna dan mencubit pipi putihnya yang
mulus. “Ah, biasa. Aku hanya ingin menjadi anak yang pintar dan sudah pasti,
jika aku belum mengerti aku akan bertanya sampai aku mendapat jawabannya. Lalu,
apa salahnya?” mimik wajah Luna terlihat sangat menyedihkan. “Em, sebenarnya
tidak ada yang salah. Atau mungkin dosenmu itu iri dengan kepintaranmu?” tawa
Krystal membahana di ujung koridor kampusnya. “Ssstt.. tidak mungkin! Sudah
jelas ia jauh lebih pintar dari ku” sambil Luna menempelkan satu jari diujung
bibirnya. “Ya, siapa tahu?” “hanya Tuhan yang tahu.” “Baiklah, kalau begitu.
Mari kita pulang” lengan Krystal bersilangan ke lengan Luna, dengan mesranya ia
mencium pipi mulus Luna yang membuat Luna tersentak dan merasa sedikit jijik.
“Hei! Dilarang mencium ku! Cium saja
Luhan oppa!” diusapkannyalah tangan
kanan Luna ke pipi kiri yang terkena bibir adik tingkatnya. “Ah, kau saja yang
mencium nya. Sudi sekali. Kakak yang tak tahu diuntung!” Sekarang berganti Luna
yang tertawa membahana. “Ayo kakak, let’s
go” “kemana?” “pintar-pintar, kenapa masih belum mengerti juga?” “pulang?”
“memang mau kemana lagi?” “ke rumah..” kata-kata Luna terhenti, “ke rumah
siapa?” “ke rumah..” Krystal semakin dibuat penasaran, “siapa lagi kalau
bukan..” kata-kata Luna terhenti untuk kesekian kalinya. Tapi, bukan karena ada
seseorang yang memotong pembicaraannya, melainkan karena ada seorang lelaki
yang memiliki keperawakan tinggi nan wajah tampan melewati koridor, dimana
terdapat sepasang kakak adik sedang bercengkrama satu sama lain . “Kakak?”
tanya Krystal sambil mengibas-ibaskan punggung tangannya tepat menatap mata
Luna yang masih mematung karena melihat sesosok lelaki sempurna di depannya. “Oh,
apa?” “i know!” “tahu apa?” “Chanyeol
oppa-kan?” “chanyeol?” “jangan
berlaga tidak tahu, baru saja dia lewat” “ah, iya. Tampan ya?” Luna mengatakan
dengan mata yang berbinar-binar hingga Krystal yang dihadapannya terlihat geli.
“Terserah kau saja, masih tampan juga ayahku” Krystal menjawab dengan tawa yang
hebat. “Sudah kak, ayo kita pulang. Aku lelah tertawa terus, seharian banyak
tugas pula.” “siapa suruh tertawa membahana seperti itu?” “kakak” “aku? Ah,
sudah. Mari pulang!” “siap komandan!” “jangan buat aku tertawa lagi” “iya
kakak, maaf. Mari, ladies first”
“memangnya kau bukan wanita?” “aku bercanda kakak, ayo!” “let’s go home!” teriak Luna dan Krystal bersamaan dan menggema di
koridor kampus tersebut.
---***---
“Tuhan, apakah untuk menjadi seorang
yang pintar seperti Albert Einstein sang idolaku itu serumit ini? Entah belajar
dari pagi hingga matahari kembali terbit, atau yang paling menyebalkan adalah
mendapat sejuta kata-kata yang menohok hati dari seonsaengnim. Aku bingung Tuhan, kenapa bertanya itu salah?
Bukankah pepatah mengatakan bahwa, malu bertanya tersesat dihatinya Chanyeol oppa?” Dengan cepat, Luna membenahi
perkataannya yang memalukan itu. “Ah, maksudku sesat di jalan” tepukan halus
mendaran di bibirnya sendiri karena pernyataan yang tidak pantas diucapkan.
Lalu, ia berbaring di atas tempat tidur sambil mengacak-acak rambutnya dan menutupi
seluruh tubuhnya dengan selimut.
“Luna!” suara teriak dari seorang
wanita yang sangat ia kenali kembali memekakan telinga Luna, dan ia pun berdecak
dari balik selimut. “Apa ibu sayang?” “come
here!” “iya ibu! Wait for a minute”
Luna berjalan dengan tubuh lesu dan lunglai, menuruni satu persatu anak tangga
dan menemukan kejadian yang sangat mengejutkan bagi Luna. “Ah, ayah! Kapan
kembali?” Luna berlari menuju ayahnya dan memeluk hingga mereka berdua
kehilangan keseimbangan, untung saja tidak terjatuh. “Kemarin ayah baru
melakukan penerbangan dari Inggris” “kenapa lama sekali ayah?” “urusan bisnis
sayangku” sambil mencium kening anak manisnya. “Apakah ayah ke liverpool? Bertemu dengan para pemain Liverpool? Membawa oleh-oleh untukku?
Kutebak iya!” “Luna, bertanyalah satu-satu nak. Sayang, ayah tidak ke kota
terbsebut. Sebenarnya ayah ingin sekali pergi ke sana. Namun, ayah hanya sempat
berkunjung ke Manchaster city” “Ah!
Sayang sekali! Aku lebih suka liverpool
dari pada Manchaster united maupun Manchaster city.” Ayah membawa banyak
oleh-oleh untukmu, ibu dan adikmu” “wah, banyak sekali!” Mata ibu seakan
memancarkan cahaya rembulan hanya sekali mendengar kata “oleh-oleh” dan mulai
bergabung bersama ayah dan Luna. “Ibu, mendengar kata “oleh-oleh” saja langsung
kemari. Dasar payah!” “hei! Anak durhaka! Tidak sopan berkata seperti itu!”
pukulan dari tangan ibu mendarat tepat di pantat Luna. “Ah, sakit bu!” Luna
menyerngit kesakitan sambil memegangi pantatnya. “Oh, iya. Mana Lay adikmu?”
“Ah, dia sudah tidur ayah. Apa perlu kubangunkan untukmu?” “oh, tidak perlu.
Kasian dia, lagipula ini sudah larut malam” “tidak apa-apa ayah. Besok hari
sabtu, aku dan dia tidak ada jadwal kuliah” “sudah, tidak..” sekarang giliran
ayah Luna yang kata-katanya terusik dengan perkataan seseorang yang sedang
menuruni tangga. “Ayah!” teriak seseorang yang berdiri di anak tangga ke lima
dari bawah. “Lay! Bukannya kau sudah tidur?” “aku terbangun karena mendengar
teriakan histeris kalian bertiga” “ah, baiklah. Kemari nak, sambut ayahmu ini!”
Lay segera berlari kedalam dekapan ayahnya, “ayah! I miss you!” “miss you too, pahlawan kecilku” Lay tiba-tiba
melepaskan dekapan ayahnya, “apa? Pahlawan kecil?” ayah terkekeh geli dan
mengembalikan Lay dalam dekapannya, “baiklah. Pahlawan terhebat ayah sedari
dulu” “nah, begitu baru benar ayah!” Lay masih berada dalam dekapan hangat
ayahnya. “Hei! Kenapa kalian berdua berpelukan lama sekali? Apa tidak melihat
ada wanita cantik, seksi nan pintar disini!” dengan menunjukkan pose Luna yang sedang
berkacak pinggang “Oh, anak ayah yang satu ini. Baiklah! Ayah sudah tidak
memeluk adikmu lagi” sambil melepaskan pelukan anak bungsunya. “Anak-anak sudah
larut malam, tidurlah segera.” “Kenapa harus tidur sekarang bu?” “tidak baik
untuk kesehatan mu, dua anakku yang pintar” “baik lah bu!” jawab sepasang kakak
adik dengan kompak. Mereka segera berjalan menyusuri anak tangga dan kembali
merebahkan tubuhnya di pulau kapuk masing-masing. “Ayah! Ayo tidur. Pasti kau
capai” ibu membuka jaket ayah dan menaruhnya di tempat cucian kotor. “baiklah
ibu sayang” bibir ayah menyentuh kening si ibu, dan mereka beranjak dari tempat
berdirinya dan mulai masuk ke dalam kamar.
---***---
“Kakak!” “kakak!” Lay mengetuk pintu
dengan sangat kasar dan keras. Luna terpaksa bangun dan pergi dari bunga
tidurnya. “Ah, pelan-pelan adikku sayang!” Luna menggertakkan gigi dan berjalan
kearah pintu, memegang kunci dan memutar berlawan arah jarum jam. Belum sempat
ia membukakan pintu untuk adik bungsunya. Tiba-tiba, “kakak! Bahaya!” “bahaya?”
tanya Luna linglung, “iya kakak! Bahaya! Ayo ikut aku ke luar.” “Pasti kakak
sangat sedih melihat ini” ucapnya dalam hati sambil menarik Luna menuruni anak
tangga.
“Apa yang terjadi Lay?” “eh, itu..”
“itu apa? Mengapa semuanya berantakan?” “eh. Karena.. karena” “Lay! Tell me please!” Luna
mengguncang-guncangkan tubuh Lay, hingga ia kelewatan berbicara. “Anjing
albinomu tertabrak mobil dan mati” Lay segera menutup mulutnya. “Apa? Yang
benar saja!” “i.. iya kakak” “mana?” Luna mulai panik dan kedua kaki kecil
dilangkahkannya menuju halaman rumah, dan ternyata benar. “A.. anjingku!” Luna
berteriak dan membuat sang ibu menepuk jidatnya. Karena, ia yang tidak sengaja
membuka kandang dan membuat anjing itu mati tertabrak mobil. “Ibu! Brio dimana?dimana ibu?” “eh,
itu..” “dimana? Beri tahu aku? Apa benar ia mati?” “ya, lihatlah sendiri. Ibu
tidak tega” ibu mengacungkan telunjuknya kearah dimana tempat kejadian perkara.
Terkaparlah tubuh anjing yang setengah remuk. “Brio!” lagi-lagi Luna berteriak
sekencang-kencangnya hingga menusuk telinga para tetangga. “Ada apa ini?” “oh,
ini anjing anak saya mati” “mati? Anjing albino milik Luna?” “iya” “saya tahu,
pasti dia sangat sedih melihat hal ini. Coba lihat! Badannya hancur seperti
itu. Padahal, anjing albino seperti itu sangat langka.” “ini semua salah saya”
“kenapa bisa begitu?” “saya yang membuka kandang hendak memberi makan. Namun,
naas nasibnya. Dia lari dan ya.. anda bisa lihat sendiri.” “Sudah. Bisa
dibelikan lagi anjing yang lebih bagus” seraya tetangga tersebut tertawa dan
menghibur rasa bersalah ibu yang sedang berdiri dihadapannya. “Iya juga”
“baiklah. Jika begitu, saya permisi dahulu” “oh, silahkan. Maaf mengganggu
anda” “tidak apa-apa. Mari!” mereka berdua bertegur sapa dan si tetangga pergi
menghilang dibalik pagar rumahnya.
“Ke.. kenapa seperti bi.. bisa i..
ini. Ke.. kenapa i.. ini bisa?” Luna terbata-bata dalam penyusunan katanya.
Mulailah ibu menghampirinya dengan kepala tertunduk diikuti Lay adiknya yang
berada di belakanag ibu. “Luna” panggil ibu lirih. Luna berbalik dan wajahnya
memancarkan sebuah kecurigaan besar terhadap sang ibu. “Pasti, ini gara-gara
ibu. Benarkan?” “eh, ibu tadi..” “Ibu yang memberi makan dengan cara membuka
pintunya. Namun, karena Brio mudah bosan, ia berlari keluar gerbang. Karena
gerbang tidak ditutup dan ibu sangat susah untuk mendapatkannya kembali. Ada
sebuah mobil mewah berwarna hitam melaju disekitar sini. Ia tak melihat bahwa
Brio sedang berlarian di jalan. Lalu, ia menabrak dan tidak bertanggung jawab
karena tak menyadari bahwa ia menabrak seekor mahluk hidup. Begitu?” Terang
Luna panjang lebar layaknya Sherlock
Holmes yang sedang memecahkan masalah. “Hebat juga dia. Kenapa ia bisa tahu
kejadiannya? Bukannkah ia masih tidur saat kejadian ini berlangsung?” pikir
Lay. Ibu dan anak bungsunya hanya bisa bengong mendengar pertanyaan, atau yang
lebih tepat disebut pernyataan dari anak sulungnya. “Ke.. kenapa kau bisa
mengetahui semua kejadiannya? Dan benar mobil mewah berwarna hitam itu yang
menabraknya.” “Sebenarnya aku sudah mendengar teriakan ibu dari luar ruangan
kamarku. Namun, aku masih belum bisa mempercayainya bahwa itu Brio yang
tertabrak. Ketika Lay memeberitahuku, baru aku bisa meng-iya-kan kejadian
tersebut” “lalu? Bagaimana dengan anjingmu?” “dia benar-benar hancur bu. Aku
mencoba untuk mengihklaskannya” suara isakan tangis Luna mengiringi ia berjalan
menuju dekapan sang ibu. “Anakku, sudahlah. Masih banyak anjing yang lebih lucu
dibandingkan Brio” “Ah! Tidak bisa! Dia anjing termanis hadiah dari ayah”
“ayah? Oh, iya. Nanti kalau perlu ibu belikan buaya albino agar tidak ada yang
bisa menabaraknya lagi. Bagaimana?” “yang benar saja? Bisa meninggal orang satu
perumahan ini” “ibu hanya bercanda sayang. Sudah, masuk kamarmu dan bereskan”
“baik bu” Luna melepaskan pelukan ibunya. “Lay tidak kakak peluk juga?” harap
Lay dengan tangan telentang agar sekali-kali Luna bisa memanjakannya. “Peluk
saja si Brio yang hancur itu!” bentak Luna degen hentakan kaki kecilnya. Hingga
membuat Lay menunduk sedih serta melebih-lebihkan reaksinya. “Kakak! Kau jahat!
Kau tak pernah menganggapku sebagai adik kandungmu” “Baiklah, hibur aku! Dan
aku akan.. me.. me.. lukmu” Luna berkata dengan penuh tekanan. Sejujurnya, Luna
paling anti memeluk adik bungsunya. Karena tingkahnya yang menyebalkan dan
kekanak-kanakan. “Siap kapten!” “pijit punggungku sekarang!” “ha?” Lay bingung
mendadak dengan perkataan Luna. “Iya! Memijitiku sama dengan menghiburku. Lalu,
membantuku mengubur mendiang Brio! Cepat!” “ah, baiklah.” Mereka berdua masuk
ke dalam rumah dan saatnya Lay menghibur sang kakak.
---***---
“Kakak?” “Kakak?” panggil Krystal
berulang kali. Namun, usahanya itu sia-sia. Luna masih terlihat lesu dan
melamun hingga beberapa menit terlewati. “kakak!” teriak Krystal tepat di
hadapan Luna. Ia pun terlonjak, “apa? Apa? Ada apa?” tanya Luna panik dan
Krystal pun hanya dapat menghela napas. “Apakah anda mendengar saya memanggil
anda berulang kali?” tatapan Krystal tajam seakan ingin membunuh Luna secara
perlahan. “Ah, maaf adikku sayang. Aku sangat sedih” “pantas saja mukamu muram
dan..” “dan apa?” “matamu bengkak” “ah, really?”
“lihat saja dicermin” Krystal merogoh saku tasnya dan mengeluarkan cermin
ajaibnya. “Hah! Mataku, bagitu mengerikannya!” “memangnya kau menangis karena
apa?” “Brio mati, Krystal!” tiba-tiba Luna kembali menitihkan air matanya. “Bagaimana
bisa? Anjing albinomu mati?” “iya. Yang mana lagi kalau bukan dia?” “sabar
kakak! Pasti kau akan dapat yang lebih bagus lagi!” hibur Krystal dengan
menepuk-nepuk punggung dan pipi Luna. Tiba-tiba telah diperdengarkan suara
berat seorang laki-laki bertubuh tinggi yang memanggil namanya dari kejauhan.
“Luna!” teriak lelaki tersebut. Sontak saja Luna memalingkan wajah kearah
datangnya suara tersebut. “Wah, aku harus berdandan secantik mungkin” batin
Luna saat mengetahui bahwa yang memanggilnya adalah sang dambaan hati yang ia
impi-impikan. “Ah, Chanyeol oppa!
Kakak harus terlihat cantik dan tidak boleh terlihat sedih. Biar kurapikan
rambutmu” “apa aku sudah cantik?” “ah, tentu saja!”
“Hei Luna!” “oh, ada apa Chanyeol?”
“em, aku ingin kau membantuku” “membantu apa?” “karena aku masih belum mengerti
soal yang ini. Bisakah kau mengajariku? Wu seonsaengnim
sangat cepat dalam mengajarnya. Jadi, aku masih belum paham.” “Ah, kenapa harus
dosen yang satu itu?” “apa?” ternyata Chanyeol mendengar pernyataan Luna,
segera ia mengelak. “Eh, tidak apa-apa. Kapan aku bisa membantumu?” “jika kau
bisa, nanti?” “dimana?” “perpustakaan, bagaimana?” Chanyeol mengangkat bahu dan
kedua tangannya. “Baiklah. Setelah aku selesai kuliah.” “baik! Sampai jumpa
besok, Luna dan.. Krystal. Maaf, aku melupakan namamu” sebelum pergi melaju,
Chanyeol berpamitan kepada dua orang wanita dihadapannya sambil melambaikan
tangannya. “Sampai jumpa Chanyeol!” Luna tersenyum manis hingga Chanyeol
menghilang dibalik pintu kelasnya. “Dia tampan sekali ketika tersenyum” Luna
terkagum-kagum akan ketampanan dan senyum Chanyeol yang mempesona. “Sudah
bahagiakah sekarang?” “tidak hanya bahagia semata. Melainkan, sangat bahagia.
Ini kesempatan langka!” kata Luna dengan keyakinan penuh. “Selamat berjuang!”
“berjuang untuk?” “kakak, berjuang untuk dapatkan hati Chanyeol oppa pastinya” tegas Krystal dengan nada
sabar yang dibuat-buat. “Baiklah! I’ll
try!” Begitu jam kuliah mereka dimulai, dua anak manusia itu segera
berjalan berpencar untuk menuju kelasnya masing-masing. Tidak lupa untuk
mengucapkan salam selamat tinggal sementara satu sama lain.
“Kenapa aku harus bertemu dosen yang
satu ini?” tanya Luna dalam hati. Setelah pelajaran selesai, Luna hendak pergi
meninggalkan kelasnya. Namun, tiba-tiba ia terhenti karena sesuatu. “Luna!”
panggil seseorang. “Eh, iya. Ada apa?” ekspresi Luna berubah seketika menjadi
gadis manis. Ketika, Wu seonsaengnim
memanggilnya. “Kau tidak melontarkan sejuta pertanyaanmu?” “Ah, tidak. Aku kan
anak pintar” jawab Luna malu-malu. “Serius, tidak mau bertanya?” “tidak seonsaengnim” “maaf, aku permisi dahulu.
Mari!” “Oh, baiklah.” “ Tak biasanya ia seperti itu” pikirnya.
Luna terbirit menuju perpustakaan
kampus. Diujung, sedang menunggu seorang lelaki tampan yang membuat jantung
Luna semakin berdebar kencang. “Maaf, aku terlambat” Luna membungkukkan
tubuhnya sembilan puluh derajat. “Ah, tidak masalah. Aku juga baru sampai
disini” “oh, baiklah. Bisa kita mulai sekarang?” “ah, tunggu. Ada apa dengan
matamu hingga bengkak seperti itu?” “Wah, dia perhatian sekali” Luna mulai
memikirkan hal yang tidak-tidak. “Ini.. ti.. tidak apa-apa” “jangan bohong
kepada ku. Terlihat dari bicara dan sorotan matamu” “baiklah, aku akan beri
tahu yang sebenarnya” “kenapa?” “aku menangis semalaman” “memangnya ada apa?”
“ah, pasti ini terdengar sangat menjijikkan di hadapanmu. Aku menangisi anjing
albinoku” Luna tertunduk di depan lelaki itu. “Hah! Albino? Kau pu.. punya
anjing albino?” Luna terkaget-kaget akan pertanyaan Chanyeol. Tidak biasanya,
seorang lelaki tampan tidak meremahkan ketika seseorang wanita menangis karena
anjingnya. “i.. iya, namanya Brio.” “Pasti sangat keren!” “Ah, iya.
Terimakasih” “apakah anjingmu mati?” “iya. Dia mati tertabrak mobil” Luna
lagi-lagi meneteskan air matanya dan jatuh tepat ditangan mulusnya. Dengan
sigap, Chanyeol menyeka air mata Luna dan membuat jantung Luna berhenti
sejenak. “Sudah, tak perlu ditangisi lagi. Kau terlihat lebih manis jika
tersenyum. Jadi, tersenyumlah” pinta Chanyeol padanya. “Baiklah, terimakasih”
Luna menyunggingkan seulas senyuman termanis untuk lelaki yang dikaguminya itu.
“Oh, iya! Ayo kita belajar” ajak Luna yang merasa sedari tadi telah melenceng dari
tujuan utamanya dia kemari. “Baik! Luna dosen cerdasku!” “Jangan begitu, aku
bukan dosenmu, aku jadi malu.” Pipi Luna merah merona karena julukan Chanyeol
untuknya. Mereka merasa bahagia sekali, layaknya dua sejoli yang sedang
bercanda. Hingga Luna lupa untuk menjemput adik laki-lakinya yang imut yang
selalu meminta pelukan dari kakaknya. “Chanyeol, maaf. Aku harus menjemput
adikku dulu” “ah, tidak apa-apa. Ayo kuantarkan keluar, aku juga sudah harus
pulang.” “Tangan Luna mulai gemetaran. Karena, sang pujaan hati bersedia
menghantarkannya hingga keluar. “Terimakasih” Luna membungkukkan badannya.
“Aku pulang dahulu ya!” Luna
menyatakan salam kepada Chanyeol ketika ia hendak menaiki mobil silvernya.
“Tunggu dulu!” Chanyeol menarik tangan Luna dan menghentikannya. “Ada apa?”
“bolehkah.. eh.. meminta nomor teleponmu?” Jantung Luna lagi-lagi berhenti
berdetak selama beberapa detik, ia pun mulai melamun dan membayangkan hal yang
tidak-tidak. “Luna?” “Oh, iya. Boleh saja, ini nomornya. Jika kau kesulitan dengan
tugas-tugasmu, aku siap sedia untuk membantumu” “baik! Terimakasih! Maaf,
menghentikanmu masuk tadi.” “Tidak apa-apa. Aku masuk mobil dulu ya. Selamat
tinggal!” Luna kembali menginjakkan kakinya masuk ke dalam mobil dan melaju
sambil melambaikan tangan kearah Chanyeol, dan ia pun membalasnya.
---***---
“Lay! Ayo pulang!” Luna berteriak
lewat telepon genggamnya. “Keras sekali suaramu. Kau tahu, aku sudah menunggu
disini sejak setengah jam yang lalu!” “maaf, karena hari ini aku senang
sekali!” “senang?” “sudah cepat keluar!” “kau sudah diluar?” “sedari tadi Lay!”
“baik, aku akan keluar. Wait me!”
Luna segera menutup teleponnya. “Ayo kakak! Pulang! Tapi, ngomong-ngomong. Hari
ini kau senang karena apa?” “Chanyeol oppa!
Aku memberi tambahan pelajaran untuknya and
you know?” “aku tidak tahu” “tunggu dahulu. Dia meminta nomor teleponku dan
mungkin ia akan mengirim pesan atau bahkan ia meneloponku langsung. Aaa.. aku
senang sekali!” “Oh, Chanyeol anak basket kampus mu?” “iya” “tinggi sekali dia,
seperti tiang listrik” “jika aku menikah dengannya, anakku pasti tinggi juga”
“impianmu terlalu tinggi. Sudah! Ayo pulang.” Tiba-tiba, Luna memeluk adik
bungsunya yang tengah berdiri dihadapannya. “Lay! I love you!” “ahkirnya kakak
mau memelukku juga” Lay tertawa bahagia. Karena, seumur-umur Lay tidak pernah
dipeluk seperti ini oleh kakaknya. Tak disangka, bibir Luna mendarat tepat di
pipi putih milik Lay. “Aaa.. aku senang sekali” Sambil Luna melompet-lompet
kegirangan dan dalam dekapannya, Lay hanya tersenyum senang. Karena, tidak
hanya ia diberi pelukan, melainkan ciuman di pipinya. Tiba-tiba, pegawai studio
yang lewat di samping mereka, menegur. Karena, mereka terlihat bermesraan
dipinggir jalan dan menyalahi norma masyarakat. “Hei! Kalian dua anak manusia!
Jangan bermesraan di pinggir jalan!” Mereka segera melepaskan pelukan dan
membungkuk membentuk sudut sembilan puluh derajat. “Maaf. Kami akan segera
pulang”
Didalam mobilpun, mereka berdua
heboh membicarakan Chanyeol si pujaan hati kakak sulung dari Lay. Sampai tak
terasa, mereka sudah sampai didepan rumah mereka. Segera mereka memarkirkan
mobil mereka dan keluar, masih dengan tawa mereka yang tak henti-hentinya.
---***---
“Ah, senangnya hari ini. Mengajari
Chanyeol, dan dia meminta nomor teleponku. Apakah ia akan..” Kata-kata Luna
terpotong karena ponselnya bergetar. Tanda ada telepon dari seseorang. “Kenapa
tidak ada nomornya?” Dengan terpaksa, Luna mengangkat telepon itu dengan
hati-hati. Karena, Luna paling tidak suka ada yang menelepon jika nomornya ia
tidak ketahui. “Halo?” “Halo, ini Luna?” “Iya, ini saya. Maaf, ini siapa?” “Oh,
ini..” Tiba-tiba teleponnya terputus. “Hah? Putus?” Telepon itu berdering
kembali, “Nomor yang sama” “halo? Ini dengan siapa?” “maaf, tadi teleponku
terputus. Ini.. em.. Chanyeol” “apa? Chanyeol. Aku harus bersikap semanis
mungkin” Luna berkata sambil menutup bawah teleponnya agar tak terdengar oleh
Chanyeol. “Oh, aku mengira kau siapa. Ada apa Chanyeol?” “Em, aku mulai
kesulitan lagi” “bagian mana?” “besok saja, ini sudah larut malam.” “Ah, tidak
apa-apa. Aku juga belum mengantuk” “kalau begitu.. maukah.. k.. kau” “mau apa
Chanyeol?” “aduh, bagaimana ya mengatakannya?” “katakan saja, tidak apa-apa”
“maukah kau menjadi..” “tut.. tut.. tut..” “Hah! Mati lagi?” “Dia mau
menjadikanku apa?” “pacarnya? Aku pasti siap!”
TBC
:D