Sabtu, 06 Juli 2013

FAITHFUL exo fanfiction chapter 5



Title: Faithful
Author: EunikeM (@eunike_keke0708)
Cast: Exo-K Chanyeol, F(x) Luna, Exo-M Kris
Support cast: F(x) Krystal, F(x) Sulli, Exo-M Lay and.. find it!
Genre: Romance, Frindship, comedy (?) marriage
Rating: Teen
Lenght: Chaptered

Hoey..Hoeyy *lambai-lambai* ada yang kangen saya? Pasti ada.. wkwkwk #plak. Okehh ini memasuki semester lima*emangnya hamilan tor?* hahahah semoga kalian tambah suka dan harus suka banget wkwkwk walau guwehh rada maksa yee :p oyahh.. jangan lupa comment, kritik, saran dan terimakasih behuddd sama mimin yg udah nerbitin ni epep dan maap kalo banyak typooo :* #ciumjauhhh

Ponsel yang ia letakkan diatas tasnya bergetar beberapa kali. Untung saja getarannya keras.  Jadi, membuat gendangnya tersentuh. Reflek, tangan kanan Luna mengambil ponselnya dan ia melihat sebuah nama terpampang dilayar ponsel. “Haish, orang ini lagi.” Dengan malas, ia mengangkat telepon tersebut.

“Aih,  yoboseyo? Ada apa telepon malam-malam?” “kenapa jawabanmu seperti itu?” sesal seseorang diseberang sana. “Sudahlah, mau bicara apa? Ayah dan ibu sedari tadi mencarimu. Cepat pulang! Ppaliwaaaa!” teriakan Luna menggema diseluruh ruangan kamarnya. “Ouhh..ouh.. tahan amarahmu beauti..uhhuk..ful noona.” “Jangan, pernah, panggil, aku, dengan, sebutan, noonaaaaa!” Luna kembali berteriak sambil memberi penekanan pada seluruh kata yang ia ucapkan. “Kau kan memang lebih tua dariku” “kau sama saja seperti Kris” “siapa?” “Kris” jawab Luna dingin. “Oh, siapa?” lelaki itu semakin menggoda Luna, hingga ia kini naik darah. “Layyyy!!! Kau! I hate you and i never ever ever forgive you when you disturb meeee!!!” untuk ketiga kalinya teriakan Luna menggema diseluruh ruang kamarnya. Hingga seseorang wanita paruh baya memperingatinya dari lantai bawah.

“Luna! ini sudah malam, jangan berteriak!” terdengar suara wanita yang tidak lain ialah ibunya sendiri. Sedang enak-enaknya ibu bersama ayah mengenang masa muda mereka dengan menonton video pernikahannya di LED TV yang terpampang lebar sebesar sembilan puluh inchi di ruang tamu. Luna tak menghiraukan sedikitpun teguran ibunya. Ia masih kesal dengan adiknya Lay, yang ahkir-ahkir ini selalu pulang malam dan mencari keributan dengannya.

Lay yang berada entah dimana, tertawa terbahak-bahak setelah kesekian kali ia berhasil menggoda kakak tercintanya. “Kenapa kau tertawa? Adakah yang lucu, ha?” sahut Luna menantang. “Ampun-ampun kak, i’m just kidding baby~” “terserah kau saja, cepat pulang! Ayah dan ibu khawatir denganmu” “baiklah~ kalau kau? Kakak khawatir tidak pada Lay?” “cihh! Sudi kali aku khawatir denganmu” “kakak jahat!” nadanya terdengar seperti Lay sedang melakukan aegyo-nya yang ia anggap paling imut diantara yang lain. “Baiklah, aku akan pulang sekarang” “cepat!” segera Luna menekan gambar gagang telepon berwarna merah di layar ponselnya. Ia melempar ponselnya kasar kearah yang tidak ia ketahui.

Tiba-tiba, terdengar suara “Braakk!!” segera Luna menolehkan kepalanya kearah sumber suara. “Aaaa! Ponselku!” untuk yang keempat kalinya, gadis berusia 22 tahun ini ketagihan untuk berteriak. “Lunaaaa!! Kecilkan suaramu!” Bergantilah sang ayah yang menuai protesnya. “Haihhh, ayah dan ibu ini berisik sekali, sedang apa mereka? Tapi, aduhhhh.. ponsel cantikku” Luna buru-buru mengambil ponsel berwarna putih dan terdapat lambang yang sama seperti lambang di leptopnya. Untung saja ia memakaikan ponselnya hard case dan tidak terdapat cidera yang serius(?). “Untungnya kau tidak apa cantik” ia mengelus-elus bagian belakang ponselnya dan kini menciumnya.

Tiba-tiba, dari arah sebelah kiri terdengar suara seperti batu-batu kecil dilempar dan mengenai kaca jendela. “Tukk! Tukk!” Luna panik dan segera ia menutupi wajahnya dengan selimut. “A..apa itu ta..tadi?” “tukk! Tukk!” kembali suara lemparan batu kecil tersebut mengganggu pendengarannya. “Hiyaaa! Suara apa itu?” kali ini tidak hanya wajahnya yang ditutupi selimut, bahkan tubuhnya bersembunyi dibalik selimut. Beberapa detik kemudian, ponsel Luna berdering dengan lagu boyband favoritenya, EXO, wolf.

Geurae Wolf, naega Wolf, Awoo~
Ah, saranghaeyo!
 Nan neukdego, neon minyeo
Geurae Wolf, naega Wolf, Awoo~
Ah, saranghaeyo!
Nan neukdego, neon minyeo

Begitu terdengar lirik, “Awoo~” yang terasa seperti suara serigala betulan, ia kembali melemparkan ponselnya kearah lantai. Baru beberapa menit setelah itu ia sadar akan perbuatan bodohnya dan segera memungutnya kembali. Untung, orang entah siapa itu belum mematikan panggilannya. Segera, diangkatnya dan menempelkan ponsel tersebut ke atas daun telinga kirinya. “Halo, ini siapa ya?” “aduh.. kakak, aku adikmu. Masak kau tak mengenalku?” “oh, sorry! Aku tak melihat namamu di layar ponsel. Why?” “aku diluar kak” “hah? Diluar? Diluar mana?” “aku yang sedari tadi melempari kacamu dengan batu kerikil” “hah?” Luna beranjak dari duduk bersila diatas kasurnya dan melihat kearah jendela yang tadi sedikit menyebabkan polusi suara. Dibukanya tirai jendelanya dan ia melihat kebawah. Terlihat sebuah penampakan lelaki berperawakan sedikit tinggi mengenakan kaus putih, celana jeans hitam dan sepatu converse berwarna coklat. Tapi, ia berdiri membelakangi dimana Luna sedang melihat kearahnya. “Aku tidak melihatmu” “aku tepat diluar didepan kamarmu kak” “tapi, aku hanya melihat lelaki yang rambutnya sedikit acak-acakkan dan ia memakai kaus berwarna putih dan...” “yaaa!! Itu aku kakak!” tiba-tiba Lay berbalik arah sambil berteriak karena kesal dengan kakaknya yang pintar pintar tapi juga sedikit.. emmm, lambat berpikirnya. 

            “Oh, ya maaf” Luna hanya bisa cengar sana cengir sini dan ia segera keluar kamar, menuruni tangga, lalu membukakan pintu rumah. Karena, orangtua mereka sudah tertidur sedangkan jika Lay membangunkan ayah dan ibunya, pasti ia kena marah untuk yang ke lima kalinya. “Kenapa kau pulang semalam ini lagi?” “memangnya ini malam ya kak?” Luna heran akan pertanyaan Lay dan ia hanya bisa memiringkan kepalanya. “Bukannya masih jam sepuluh?” “siapa bilang? Lihat saja jam dinidng itu” Lay menunjuk jam dinding yang dipaku diatas lemari es. Benar saja, jarum panjangnya menunjuk ke angka enam dan jarum pendeknya menunjuk ke tengah-tengan antara angka dua belas dan satu. “Hah? Setengah satu pa..” Lay segeramembungkam mulut Luna. Penyakitnya “berteriak” mulai kambuh lagi. “Sssttt.. kakak ini sudah pagi. Nanti orangtua kita marah” Luna segera melepaskan sekapan Lay, sungguh keterlaluan sekali adiknya ini, tidak hanya membungkam mulut, hidung dan matanyapun ikut dibungkam. “Lay! Aku tidak bisa bernafas!” Luna berteriak dalam diam dan adiknya pun hanya tersenyum sambil memperlihatkan gigi-gigi putihnya. “Yasudah! Cepat ganti bajumu, cuci muka, sikat gigi, masuk dalam kamar, jangan lupa berdoa sebelum tidur, lalu tidur dan memimpikan aku, oke?” “kak, kau seperti ibu-ibu yang cerewet. Ibu kita saja tidak secerewet kau!” “apa katamu?” Lay tiba-tiba menerobos badan Luna dan segera berlari masuk kekamarnya hendak menghindari amukan kakaknya. “Lay!!!!!” dari pada Luna berteriak yang membuat seisi rumah bangun, teriakan tersebut hanya ia batin dalam hati sambil mengepalkan tangannya.

---***---

            Noona, bangun noona” suara yang begitu lembut menyentuh daun telinga Luna, “euhhh..” ia kini hanya menggeliat diatas tempat tidurnya dan beralih pandangan menatap seseorang yang ada dihadapannya. “Noona bangun..” suara itu kini semakin mendayu-dayu masuk ke telinga Luna. Tapi apa daya? Sang putri kini telah tertidur bahkan makin pulas. Ahkirnya,  jurus jitu nan ampuh dilayangkan oleh seseorang yang suaranya mendayu-dayu tadi. “Chu~” sebuah kecupan lembut mendarat di atas permukaan pipi Luna yang putih mulus. Wanita yang tadi sedang berbaring tidur, kini ia menyadari ada sesuatu yang barusan menempel pada pipinya. “Lembut” pikirnya. Benda yang tak asing lagi banginya, hingga ia mengerjap-kerjapkan mata, merada pipi kanannya dan, “hyaaa!!! Lay! Kau mencium ku, ha?” Luna bangkit dan sekarang posisinya duduk diatas ranjang sambil berteriak shock karena kecupan tadi. “Sstt.... habisnya kakak tidak juga bangun” Lay hanya bisa tersenyum penuh kepuasan kini. Hal yang ia damba-dambakan terwujud. Membuat kakaknya terbangun dengan satu kecupan maut andalannya. Lay kini tertawa puas melihat reaksi kakaknya, Luna. “Lay! K..kau! Ah, awas kau! Lagi-lagi tak akan ku maafkan!” adiknya kini hanya bisa menjulurkan lidah dan tiba-tiba membungkam mulut Luna. “Kak, jangan teriak-teriak lagi. Ada tamu dibawah” segera Luna melepas kedua tangan adiknya dari acara tindih menindih mulutnya. “Hah? Tamu? Siapa?” “lihat saja dibawah” “ah, kau ini buatku penasaran saja” tatapan mata Lay seakan berbicara, lihat-saja-sendiri.

            Dari kamarnya, Luna mendengar suara berat dua orang pria yang mungkin ia kenal. Dengan gusar, ia turun melalui tangga dengan hanya mengenakan hot pants putih dan tanktop berwarna merah, sedikit seksi dan vulgar memang untuk menemui dua orang yang mengunjungi rumahnya kali ini. “Lu..Luna?” seseorang memiliki keperawakan tinggi yang tengah terduduk diruang tamu bersama kedua orangtua Luna terkejut dengan pakaian yang dikenakan wanita ini. Beberapa detik kemudian, seluruh manusia yang terdapat diruang tamu rumahnya kini, menatap Luna dengan tatapan, Luna-pakaian mu?

            “Ah, maaf. Ayah, ibu dan...” ia menghentikan kalimatnya sambil mengamati dua orang tamu dihadapannya. Ya! Kedua manusia yang ia benci di kampusnya. “Maaf, Wu seonsaengnim dan.. Kris.” “Astaga, ada apa mereka kemari dan..” Luna melihat pakaian yang ia kenakan dan segera ia berlari masuk kedalam kamarnya. Menanggung malu setengah mati. Seksi sekali dia untuk berhadapan dengan tamu semacam mereka. Kini, tak bisa dipungkiri, pipinya merah merona karena malu.

---***---

            Singkat cerita, Luna kini tengah berada dihimpitan orang tuanya dan Lay berada disebelah kirinya. Dihadapannya terpampang dua namja yang duduk tegap dengan keperawakan yang sedikit.. em, hampir mirip dengan angry bird#plak. “Ada perlu apa bu mereka berdua datang kemari?” Luna berbisik pada ibunya sambil sesekali melirik kearah Kris dan ayahnya. “Nanti pasti kau juga akan tahu” “ah ibu!” Luna berdecak kesal. Sedangkan Lay hanya cengar cengir, sepertinya ia tahu apa yang membuat dosennya dan kakak tingkatnya datang kemari. “Jangan tertawa!” pekik Luna ditelinga Lay. “Aku kan tidak tertawa, hanya memperlihatkan semburat senyum kemenangan” “Lay!!!” teriak Luna dalam diam sambil kaki kirinya menginjak kedua kaki adiknya dan, “aawww!” teriak Lay kencang. “Ada apa Lay?” tanya Wu seonsaengnim. “Ah, tidak ada apa-apa seonsaengnim” jawab Luna cepat sambil menyuruh adiknya tidak berteriak lagi.

            “Sebenarnya, kami datang kemari untuk memnuhi persyaratan kami” Wu seonsaengnim memulai. “Persyaratan?” batin Luna bingung. Wu seonsaengnim menceritakannya dari awal hingga ahkir sampai munculnya persyaratan antara ibu dan dirinya. Ceritanya panjang, karena sudah disinggung juga di chapter sebelumnya. “Haa?” “What?” teriak Luna dan Kris bersamaan sambil menatap tajam Wu seonsangnim. “Kris, bukankah impianmu dapat terwujud dengan cara seperti ini?” “A..ayah? tapi, bukan begini caranya, aarghhh” teriak Kris frustasi. “Aku tidak mau!” tegas Luna hingga ia beranjak dari tempat duduknya. “Aku.. aku juga tidak.. em, tidak mau!” tolak Kris ragu-ragu. Padahal, batinnya mengatakan jika ia mau.

            “Oh, ayolah.. ini demi kebaikan ayah kandungmu” “ibu......!!!” Luna semakin depresi dengan hal-hal gila seperti ini. “Toh, jika kalian bersama, akan tumbuh benih-benih cinta dengan sendirinya kan?” kini Ayah “angkat” Luna ikut mengomentari. “Tapi, bukan begini caranya ayah!!” Luna sungguh frustasi kali ini. “Menikah jauh lebih baik kan? Dibanding pacaran yang akan berahkir seperti..” “Lay!!!” teriak Luna dan Kris bersamaan. Belum selesai Lay berbicara, kedua manusia yang hampir menjadi kedua sejoli ini meneriakinya. “Benarkan ayah, ibu, dan Wu seonsaengnim, teriak saja mereka bisa kompak.” “Terserah kau!” Luna menghampiri Lay dan menyentil dahinya, yang disentilnyapun hanya meratapi kesakitannya. Tiba-tiba Kris berdiri dan ia mengambil kunci mobil yang ada disaku jas ayahnya. “Maaf, saya permisi dahulu, ahjumma, ahjussi dan ayah!” ia melirik tajam pada ayahnya sendiri dengan langkahnya yang mantap keluar dari rumah Luna. Ayahnya beserta kedua orangtua Luna hanya bisa menghela nafas berat. Kris tak memikirkan bagaimana nanti ayahnya pulang. Ia rasa, ayahnya sudah gila dan setengah hati ia menolak pernikahan ala sinetron ini dan setengah hatinya lagi, ia menerima.

---***---

            “Kak.. kakak” Lay mengetuk pintu kamar Luna dengan halus. Tidak ada jawaban. “Kak, buka pintunya” Tidak ada jawaban lagi. Lay mulai cemas dan berpikiran yang aneh-aneh. Hingga ahkirnya, tangan kanannya menjalar dan membuka knop pintu kamar Luna dengan pelan. “Krekk” suara decitan yang terdengar sedikit horror mengawali langkah Lay masuk kekamarnya. Dilihatnyalah sekeliling, tak ditemukan sosok yang ia cari. Kini, matanya menangkap pintu kamar mandi dalam  yang terbuka dan memperlihatkan sedikit celah. Ia mengendap-endap dan mulai memperlebar celah pintu tersebut. “Kakak!!” pekik Lay melihat kakaknya yang lemah tak berdaya didalam  bathup dengan cairan merah yang mengambang disana. “Kakak! Kakak! K.. kau” tapi, ia tak mencium bau anyir seperti darah melainkan, “Hyaaa!!! Lay! Kau mengintipku sedang mandi” “m..mandi?” “aku sedang mandi susu strawberry!” “ha? Tapi tadi..” “aku tadi sedang tidur Lay!” sungguh sebuah kecurigaan yang tidak lucu, dari pada ia dikira lelaki hidung belang, Lay segera keluar dan menunggu didalam kamar Luna.

            Kini Luna sudah duduk dengan lutut tepat didepan dadanya, sebuah kebingungan dan kegelisahan menyelimutinya. Lay hanya bisa melihat kakaknya yang menatap lantai dengan kosong. “Noona..” “sssttt.. aku sedang bingung dan tidak ingin berdebat dengan dirimu sekarang” “maaf kak soal yang tadi” Lay tersenyum hingga memperlihatkan gigi-giginya yang putih dan rapi, harapan untuk dapat jalur pintu maaf(?) dari sang kakak. “Aku ingin bertanya padamu!” kini Luna membalikkan tubuhnya sembilan puluh derajat menghadap Lay dan menatapnya lekat. “Tanya apa?” “bagaimana bisa Wu seonsaengnim dan orangtua kita memiliki persyaratan gila seperti itu? Apa karena ia yang menabrak ayah?” “em, itu salah satunya. Tapi, ibu memberitahuku ketika ayah kandung kita masih hidup, ia sering berkunjung kerumah Wu seonsaengnim. Saat itu, ia berteman dekat dengan ayah. Selagi waktu Kris hyung masih berumur dua tahun, ibunya telah meninggal dunia karena entah suatu penyakit. Ayah dibuat kagum oleh Kris hyung karena ketampanannya semenjak masih kecil dan kepintarannya dalam berhitung dikala itu, dan ayah mempunyai mimpi, jika Kris hyung dan kakak ketika sudah dewasa nanti bisa menikah. Sungguh ayah sangat menginginkan itu. Karena menurut ayah, kalian mempunyai banyak sifat yang sama. Begitu kak, sedikit rumit memang dan rasanya seperti sinetron(?)” “sifat yang sama?” “iya, kakak dan dia sama-sama menyukai pelajaran matematika, sama-sama suka makan dan sama-sama, ehem.. pintar” “kau berkata seperti itu tidak ikhlas ya?” kini mulailah perdebatan yang tidak penting disela-sela perbincangan serius mereka. “Iya, iya aku ikhlas, dari pada aku harus berlutut meminta maaf kepada mu.” “Lay. Tapi, hal seperti itu tidak bisa dipaksakan. Aku juga tidak menyukainya. Dia saja yang beruntung nanti jika menikahi aku” “aku memang tahu kak. Tapi apa boleh buat, dari pada kakak bersama Chanyeol hyung yang seenaknya saja, lebih baik bersama Kris hyung yang mau menerima kakak kan?” “setidaknya Chanyeol memikatku” “tapi kenyataannya?” “berahkir dengan tidak apik.” “So... would you marry him?” “aku masih belum...” “demi ayah!” Lay kini beralih menjadi lebih tegas. “Tapi..” “Ya! Noona! Demi ayah kita..” “Ya! Jangan panggil aku noona! Tapi, ba..baiklah aku akan me.. me.. me..” “menikahi dia!” Lay melanjutkan dengan seulas senyum di bibirnya. Luna hanya bisa menghela nafas berat dan mengiyakan mandat yang menurutnya “gila” dari sang ayah. Bisa-bisanya, ia membuat anaknya depresi dengan permainan gila ini. Menikah dengan orang yang tidak kau cintai. Sama seperti di drama Korea berjudul Full House. Tapi bedanya, pihak lelaki yang mencintainya.

---***---

            “Luna.. Luna” seseorang wanita dihadapannya kini sedang melambai-lambaikan telapak tangan kirinya tepat didepan mata Luna. Ahkir-ahkir ini, ia sering sekali melamun dan tidak konsentrasi terhadap skripsinya. “Ah, iya Vic. Sorry” Luna tertawa renyah dan menggaruk tengkuknya. “Kau ini kenapa? Sering sekali melamun?” “aku tidak tahu Vic” “kenapa kau tidak tahu? Kan kau yang merasakan? Apakah karena..” tiba-tiba sesosok pria tinggi bersuara berat datang menghampiri mereka berdua. “Hai Yeollie..” sapa Victoria. “hai.. honey” senyuman keduanya terkembang di wajah masing-masing yang membuat Luna muak. “Cih! Yoellie.. panggilan sungguh tak pantas.” Batin Luna mengerikan. “Oh, Luna. Hai!” sapanya. “Ya, hai juga” jawabku dingin. “Oh iya, Kris titip ini untukmu” ketika Luna ingin mengambil barang yang ada ditangan Chanyeol, ia menariknya kembali dan meneliti setiap sudut benda itu. “Mawar merah? Sejak kapan Kris berani memberimu ini” segera Luna merebutnya dengan kasar dan menatapnya sinis. “Bukan urusanmu kan? Ini baru namanya laki-laki.” Walau di bucket bunga tersebut terdapat kartu ucapan bertuliskan, “ini dari Wu seonsaengnim, bukan dari aku. Kris^^”

            “Maksudmu, ketika aku masih bersamamu, aku harus selalu membeli dan memberimu bunga mawar merah?” “yang pastinya, ia setia kan? Em, tampan, tinggi, keren juga pintar” Victoria berusaha menegahi mereka berdua yang berdeabat dalam dingin. “Ka.. kalian sudahlah” “Vic, aku harus buru-buru. Oya, jaga kekasih mu ya agar tidak mengganggu hidupku lagi. Bye~” “Luna, Kris titip..” “sudah..sudah. Dia tidak senang kau mengganggunya” Victoria menelungkupkan kedua telapak tangannya di kedua pipi Chanyeol yang membuatnya luluh dalam tatapannya yang dalam. “Kau tidak cemburu?” “buat apa cemburu? Aku sudah tahu ceritanya. Kau yang salah Yollie” “kenapa bisa aku?” “kenapa kau tidak bilang, jika kau sudah memiliki aku?” “aku kesepian ketika kau tidak di Seoul” “tapi, caranya bukan seperti itu, Yollie..”*gilee victoria sabar banget* “Baiklah aku yang salah” kini Chanyeol tertunduk kepalanya. “Lalu?” Victoria menunggu jawaban Chanyeol agar ia meminta maaf pada Luna. “Tapi, aku sangat suka mengganggunya. Itu yang membuatku bisa lebih dekat dengannya” “maksudmu, dekat dengan kepintarannya kan?” “i.. iya” “sudahlah, Yollie.. kau ini sudah dewasa. Berpikirlah dewasa juga” “baik, terimakasih ya” keduanya kembali mengulas senyum manisnya masing-masing.

            Luna duduk diatas bangku taman dan bersandar dibawah pohon rindang didekat lapangan basket outdoor kampusnya. Ia memandangi mawar merah pada genggaman tangannya. Wu seonsaengnim sungguh mengerti warna favorit dirinya. Ya! Warna merah seperti ini yang Luna sukai. “Bunga ini.. harum” sambil Luna menempelkan hidungnya, mencium aromanya lekat-lekat dan meneliti setiap inchi bunga mawar merah merona tersebut. “Memang indah, tapi tak sindah..”Luna tak menyelesaikan gumamannya. Ia berpikir ulang untuk memenuhi keinginan “gila” ayahnya dimasa lalu. Kenapa ia harus mendapat “hal” yang seburuk ini? Pikirnya. Di sisi lain,  ia melihat Chanyeol bersama Victoria sedikit membuatnya muak. Tapi, lebih baik Chanyeol ditangani oleh seseorang yang teramat sabar seperti Victoria dari pada dirinya yang selalu menggebu-gebu. Sisi lainnya lagi, ia melihat Kris sebagai pemuda yang yah, memang cool dan pintar. Tapi karena ayahnya, ia malah membenci orang yang tidak menaruh salah padanya. Ia takut, hal-hal seperti ini akan membuatnya down dan lupa dengan skripsinya yang hampir selesai. Bukannya lulus, malah ia harus mengulang lagi. “Jangan sampai hal buruk itu terjadi, Tuhan!” doa Luna dalam hati sambil ia memejamkan mata dan menenangkan pikirannya sejenak.

            Beberapa menit kemudian, seseorang tengah berjalan kearah Luna dengan ragu-ragu dan mengambil jarak beberapa centimeter duduk disebelah Luna. “Em, Lu.. luna” “em..” ia hanya menggumam tanpa bergerak ataupun membuka matanya. “Aku ingin bertanya sesuatu padamu” “tanya saja” “apakah kau menerima tawaran ayahku?” “demi kebaikan ayah kandungku, iya” “oh! Kalau begitu, ayahku ingin kita melangsungkannya dua bulan lagi, tepat setelah kita lulus” tiba-tiba Luna tersendat dan bangun sambil memutar badannya kearah lelaki yang sedari tadi mengajaknya bicara. “Are you serious?” Kris hanya mengangguk pelan. “Aku tidak mau secepat itu” “aku juga” Kris menambahkan. “Bagaimana jika... dua tahun lagi” “ha? Dua tahun?” “kenapa sekarang jadi kau yang terkejut. Bukannya bagus?” “ya.. ya memang bagus. Tapi, ayahku bisa marah besar nanti. Bisa-bisa kita berdua diberi nilai D” “Kris, sudahlah. Lebih baik kita bicarakan ini empat mata saja” “Ok! Baiklah!”

            “Ehem..” dibelakang mereka berdua munculah seseorang berbadan tambun dan berperawakan tinggi mengagetkan mereka berdua. “Ah! Ayah, mengagetkanku saja!” Luna kini bertatapan dengan seorang dosen yang juga memaksanya menikah dengan lelaki disebelahnya tadi, siapa lagi kalau bukan Kris dan yang berdehem tadi adalah Wu seonsaengnim alias ayah dari Kris. “Kris kau pulang bersama Luna. Ayah akan ada rapat antar rektor kampus” “ayah aku ada la..” “kau ini tinggal beberapa miggu lagi ujian! Sudah tidak usah main-main basket lagi! Seperti anak kecil saja!” Luna kini hanya bisa terkikik melihat wajah Kris yang biasanya cool dan membuat beberapa wanita leleh ketika dipandanginya. Kini, rupanya sudah seperti anak ayam yang sedang dimarahi sang induk. “Saya bisa pulang sendiri seonsaengnim” Luna menunduk sembilan puluh derajat di hadapan dosennya kini. “Ah, tidak! Ibumu menitipkan mu padaku. Aku tidak mau calon “menantu” ku kenapa-kenapa, dan sepertinya, ahkir-ahkir ini kalian berdua sering pulang larut malam. Jadi, biar Kris yang menjagamu, ok anak cantik?” “what? Calon menantu?” batin Luna dengan mengerutkan keningnya. “Baik, ayah pergi dahulu” sebelum ia beranjak dari tempat berdirinya, Wu seonsaengnim mengacak-acak rambut Kris dan Luna. “Ayah, rambutku rusak nanti” ia membuat bibirnya berkerucut dan Kris benar-benar terlihat seperti anak kecil kali ini. Luna yang melihat sisi “kelucuan” dari Kris kini tertawa terbahak-bahak sambil menutupi mulut dengan telapak tangan kanannya. “Kris.. Kris, kau ini” “ada apa denganku?” Kris menatap Luna curiga. “Kau lucu sekali, Kris. Jadi, saat kau bersama ayahmu, kau berubah menjadi anak kecil ya? Lihat ekspresi mu tadi” Kris pun ikut tertawa, sungguh indahnya melihat gadis yang satu ini bisa tertawa lepas. “Aku memang lucu, terimakasih” ujarnya percaya diri. “Kris....” Luna beralih ekspresi menjadi datar dan ia beranjak hendak pergi meninggalkan Kris, tapi bukan karena perkatannya barusan. Melainkan adanya kelas sepuluh menit lagi. “Oya, aku ada kelas sepuluh menit lagi, aku keatas dulu, bye~” “Ya, bye~” Jawab Kris sesaat setelah Luna berlalu dari hadapannya, ia hanya bisa senyum-senyum sendiri. Yak! Kesempatan kedua untuk bersama Luna kini datang lagi. “Terimakasih Tuhan..” seakan-akan Kris sedang mendapat rejeki nomplok dari Yang Maha Kuasa.

---***---

            “Krystal!” teriak Luna dari kejauhan, suaranya terpental diantara lorong-lorong kampusnya, bisa dibilang menggema. “Ya?” Krystal berbalik dan berjalan kearah Luna. Segera ia merangkulkan tangan kanannya kepundak Krytal dan ia seperti ingin membisikkan sesuatu. “Krystal, kau tahu sesuatu yang baru dari aku dan Kris, tidak?” “tunggu, sepertinya hari ini Lay ingin menceritakan sesuatu padaku dan Sulli.” “kalian bertiga janjian?” “iya!” “dimana?” “cafe biasa kami bertiga nongkrong” “seberang kampuskah?” “ya! Kakak mau ikut?” “ayo, boleh. Aku penasaran dengan apa yang akan kalian bicarakan” “baik, ayo!” mereka berdua segera berjalan keluar gerbang kampus dengan merangkul satu sama lain.
           
“Kling..”

            Suara bel yang sengaja ditaruh diatas pintu masuk cafe seberang kampus berbunyi, pertanda ada pelanggan yang akan masuk. Krystal dan Luna-lah pelanggan tersebut. Mereka masuk dan matanya menangkap dua anak manusia yang duduk di ujung dekat jendela. Mejanya bertuliskan “reserved.” Sudah seperti orang penting saja, pikir mereka.

---***---

            “Hei kalian!” Krystal menyapa dua kawannya kini. “Ah, ada Luna oenni. Duduk disampingku saja” Sulli dengan seulas senyum mempersilahkan Luna untuk duduk disebelahnya sambil ia menarik kursi yang akan diduduki Luna. “Sulli, biar kakakku duduk disampingku saja” Lay tak mau kalah. Ia pun berlaku seperti Sulli memperlakukan Luna tadi. “Atau disebelahku?” Krystal mulai ikut-ikutan sambil tersenyum jahil dan menepuk-nepuk kursi disebelahnya. “Sudahlah, kalian jadi ribut sendiri. Aku duduk disini saja” seraya Luna tertawa kecil dan ia memilih tempat duduk dihadapan Krystal

            “Jadi, apa yang akan kalian bicarakan?” Luna memulai membuka “forum” tersebut. “Ya, seperti yang kau tahu kak. Kau akan menikah dengan seseorang dalam waktu singkat” “Menikah?” Sulli dan Krystal menengahi bebarengan. “Ssstt... jangan keras-keras!” pinta Luna sambil menahan teriakan mereka berdua. “Jadi, ini yang akan kau bicarakan Lay, kukira apa!” Luna kembali berbicara. “Ini berita hot kak!” “Ya, ya terserah kau!” “oenni, kau akan menikah dengan siapa?” Sulli mendekatkan kepalanya kedepan muka Luna dan berbicara seakan-akan seperti sedang membicarakan strategi untuk perang. “Ya, kalian pasti tahu, siapa lagi jika bukan...” tiba-tiba, bel cafe tersebut berbunyi dan membuat keepat orang yang sedang membangun “forum” kecil-kecilan menoleh kearah suara. Didapatinya seseorang mendekat kearah mereka. Segera, mereka mengehntikan aktifitas bincang-bincang kali ini.

            “Oh! Maaf, ternyata kalian” lelaki ini tertawa renyah karena merasa ia menjadi pusat perhatian keempat manusia ini. “Oya, sudah waktunya aku harus pulang. Bye~” seperti Luna mengerti mengapa orang ini datang kemari dan ia beranjak dari tempat duduk, lalu berpamitan. “Baik, kami berdua pulang dulu” Luna bersama seorang pria ini, berlalu sambil melambaikan tangan. “Bye hyung~ bye oenni~” sisa mereka bertiga, ahkirnya melanjutkan lagi “forum” tersebut. Namun, Krystal dan Sulli hanya mengangguk-angguk, sepertinya mereka tahu jawabannya. ~

TBC

Hollaaaa~ masih TBC heheh tenang...
Oyahhh~~ aku rada bingung nih, saran dong kira2 mpe chapter berapa yaa END-nya
Yang pastinya happy endinglah hehehe :D, thanks for reading.



           









Tidak ada komentar:

Posting Komentar